TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dinilai gagal dalam mengantisipasi ancaman defisit stok pangan, terlebih di tengah masa pandemi corona. Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan kegagalan ini dapat diteropong dari lambannya keputusan pemerintah untuk mengimpor komoditas tertentu, seperti gula.
"Impor bukan barang haram, tapi harus berbasis data berapa kebutuhan dan pasokannya. Jika pasokan dalam negeri kurang, impor dijalankan," kata Bhima kepada Tempo, Kamis, 30 April 2020.
Keterlambatan pemerintah dalam merealisasikan importasi bukan hanya membuat pasokan menipis, namun juga mendorong harga komoditas melonjak. Harga gula kristal putih, misalnya, telah melambung sejak Februari lalu dengan rata-rata kenaikan 30 persen.
Warga antre membeli sembako saat operasi pasar murah di Kecamatan Tegal Selatan, Tegal, Jawa Tengah, Selasa 21 Mei 2019. Pasar murah yang diadakan Pemerintah Kota Tegal menyediakan sebanyak 8.000 kantong berisi minyak, beras dan gula pasir dengan harga Rp30 ribu per kantong sebagai upaya meredam harga-harga kebutuhan pokok di pasaran yang merangkak naik jelang Lebaran mendatang. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Sejatinya, Kementerian Perdagangan mengakui bahwa pasokan gula ini sudah defisit sejak awal. Dalam surat Menteri Perdagangan kepada Presiden Jokowi bertarikh 17 Maret 2020 nomor 270/M-DAG/SD/03/2020 yang dinukil Tempo, pemerintah menghitung stok gula kala itu semestinya 652.608 ton dan cukup sampai akhir Maret 2020. Namun kenyataannya, stok yang tersedia di lapangan hanya 421.650 ton.
Masalah itu terjadi karena perkiraan produksi gula pada 2019 tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ditambah lagi, tidak terealisasinya izin impor gula oleh Perum Bulog sebesar 30 ribu ton pada Desember 2019. Artinya, Indonesia negara mengalami defisit 230.958 ton gula dan pasokan yang ada hanya cukup sampai Februari 2020. Dari kondisi itu, Kementerian Perdagangan pun bergegas menerbitkan surat perizinan impor sebesar 368.172 ton. Rencananya, gula impor itu akan dipasarkan pada akhir Maret 2020.
Nyatanya hingga akhir April 2020, gula kristal putih (GKP) belum terdistribusi ke pasar sehingga harga gula masih saja bertengger tinggi. Belakangan, kenaikan harga gula pasir itu juga diikuti dengan melonjaknya harga gula merah.